MENGHORMATI KEKUDUSAN PERKAWINAN



Amsal 5:1-23

Secara prinsip, Amsal pasal 5 berisi tentang nasihat untuk menghindari perzinahan. Hal ini diungkapkan oleh penulis kitab Amsal dengan mengatakan untuk meminum air dari cadangan air dan sumur sendiri. Dalam kehidupan perkawinan yang suci, kita tidak boleh untuk meminum air dari sumur orang lain – yaitu istri orang lain atau wanita lain – selain dari istri sendiri yang terikat dalam perkawinan yang sah. Pengertian ini diperkuat dengan ayat 18, yang mengatakan “Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan isteri masa mudamu.”

Kasih persekutuan antara suami istri dalam ikatan pernikahan suci sifatnya. Pribadi sekali. Sehingga tidak bisa melibatkan pihak ketiga. Kesatuan jasmani antara keduanya harus menghantar kepada persatuan rohani yang tak terceraikan. Persatuan yang melibatkan penyerahan diri yang total antara suami dan istri ini, citra penciptaan kehidupan baru. Kasih yang lengkap inilah yang menjadi gambaran dari kasih Allah sendiri. Kasih suami istri harus menggambarkan kasih Allah itu sendiri, maka tanpa kesatuan rohani antara suami istri, akan sulitlah bagi mereka untuk terus bertahan di dalam kesatuan perkawinan. Karena tanpa kesatuan rohani, baik suami ataupun istri akan menimbulkan ketidakcocokan dalam berbagai segi dalam kehidupan.

Perintah keenam dan Perjanjian Baru secara absolut melarang perzinahan (Bdk. Mat 5:32; 19:6; Mrk 10:11; 1 Kor 6:9-10). Para nabi mengritiknya sebagai pelanggaran yang berat. Mereka memandang perzinahan sebagai gambaran penyembahan berhala yang berdosa (Bdk.Hos. 2:7; Yer. 5:7; 13:27). Perzinahan adalah suatu bentuk ketidaksetiaan kepada kewajiban-kewajiban. Perzinahan menodai ikatan perkawinan yang adalah tanda perjanjian; ia juga menodai hak dari pihak yang menikah dengannya dan merusakkan lembaga perkawinan, dengan tidak memenuhi perjanjian, yang adalah dasarnya.

Perzinahan bertentangan dengan persekutuan perkawinan yang direncanakan Allah. Tindakan ini berarti juga merendahkan martabat perkawinan, karena mereka merusak konsep keluarga, melemahkan nilai kesetiaan, dan dengan demikian melawan hukum moral. Termasuk di sini adalah tindakan mempunyai ‘simpanan’, menolak ikatan perkawinan yang syah menurut hokum yang berlaku, khususnya hokum Tuhan. Sebagai anak-anak Tuhan, kita perlu mempunyai kesadaran akan makna yang luhur tentang soal perkawinan. Tempat tidur adalah sebuah tempat yang kudus: “holy ground“, karena di sanalah secara khusus persatuan mereka sebagai suami istri diperbaharui, secara jasmani dan rohani. “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur…..” (Ibr. 13:4). Amin!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERDIK SEPERTI ULAR TULUS SEPERTI MERPATI

KUBURKAN MENTALITAS BERAGAMA ALA FARISI

RUT: TELADAN KESETIAAN