Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

JANGAN MENYERAH PADA NASIB

Gambar
Roma 8:18-30 Bagaimana sikap kita selaku umat percaya ketika menghadapi atau mengalami penderitaan? Apa hanya pasrah menyerah saja? Atau menganggap bahwa itu adalah sudah nasib? Oh, saudara, tak ada kamus nasib dalam kehidupan orang percaya. Allah kita adalah Allah sumber damai sejahtera. Allah juga merancangkan damai sejahtera bagi Anda. Bukan nasib! Karenanya, istilah nasib hanya berlaku bagi orang yang tak memilik pengharapan di dalam Tuhan. Memang kita juga akan mengalami berbagai kegagalan, penolakan, perpisahan, kehilangan, kesakitan, kesepian, dan kekecewaan, dalam hidup. Tapi bukan berarti itulah nasib! Bagi kita selaku umat percaya, seperti kata Paulus, bahwa penderitaan itu laksana seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia mela¬hir¬kan anaknya, ia tidak ingat lagi akan pende¬ritaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia. Penderitaan bahkan kematian sekali pun bukanlah akhir segalanya. Penderitaan di dunia ini h

DI DEPAN PINTU GERBANG SORGA...

Gambar
(Matius 25:31-46) Di hari penghakiman nanti (seperti yang dipaparkan oleh Yesus sendiri), ini yang akan terjadi. Ketika Yesus datang untuk kedua kali sebagai raja, semua manusia akan dihakimi di hadapanNya. Semua manusia ditetapkan dan ditempatkan seperti antara kelompok kambing dan domba. Ada yang ditempatkan di sebelah kanan (domba), ada yang di sebelah kiri (kambing). Sepanjang yang bisa kita pahami, yang ditempatkan di sebelah kanan (domba) tentu adalah calon penghuni sorga. Sedang yang di sebelah kiri (kambing) tentu para calon penghuni neraka! Saudara, pertama-tama, tentu kita pengin tahu, apa sih yang menjadi kriteria pengelompokannya? Sehingga ada kelompok domba dan kelompok kambing? Nah, ini! Dari apa yang mereka perbuat kepada sesama! Tindakan sederhana, tetapi riil dan tepat guna! Perhatikan apa yang Yesus tegaskan: “…..sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Sungguh di lu

KETIKA ATAP RUMAHNYA DIBONGKAR

Gambar
Lukas 5:17-26 Ketika kita membaca nas ini, pada umumnya perhatian kita segera tertuju kepada Yesus, si orang lumpuh, atau juga orang Farisi, para ahli Taurat, dan orang banyak yang ada di situ. Jarang kita terpikir tentang sesuatu yang lain. Saat ini saya mengajak Anda untuk memperhatikan soal kecil, tentang seseorang yang jarang kita singgung dalam cerita ini. Siapa dia? Yang saya maksudkan tiada lain tiada bukan adalah si pemilik rumah melalui mana peristiwa ini terjadi. Mungkin hal ini kelihatannya sepele, tapi bukanlah ia juga adalah bagian penting dalam cerita ini? Dapatkah Anda bayangkan andaikata si pemilik rumah ini tidak mengijinkan mereka membongkar atap rumahnya dalam rangka usaha para sahabat si lumpuh untuk mendapatkan jalan pertolongan untuk mendapatkan kesembuhan? Dapatkah Anda bayangkan seandainya ini adalah sebuah rumah mewah dengan nilai jutaan bahkan milyaran rupiah (dalam konteks kekinian kita), koq begitu saja direlakan untuk dibongkar atapnya untuk menurunkan

BILA KETAMAKAN MERAJAJELA

Gambar
Lukas 12:13-21 Pada dasaranya manusia sudah dari sononya memiliki karakter ketamakan, seperti kata Firman Tuhan: “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya itu…..” (Pengkhotbah 5:9). Cara orang mendapatkannya, bagaimana orang memperlakukan dan mempergunakannya, dan apa tujuannya! Ya, di situlah titik persoalannya. Dan celakanya bila dengan memiliki semuanya lalu merasa lebih berkuasa. Mau berbuat seenaknya kepada siapa saja dan apa saja. Berlaku semena-mena. Seakan menjadi “tuhan” kecil atas sesamanya. Harta benda, kekayaan, uang atau pun jabatan sebenarnya bukanlah barang haram. Juga belumlah berarti dosa. Hanya bila kurang diwaspada, bisa berbahaya. Yesus sendiri mensifatkannya: “Karena di mana hartamu berada di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:21). Tive manusia yang hanya pintar menambah dan mengali untuk mengumpulkan harta, tapi kurang pintar untuk membagi kepada sesama dan Kerajaan Allah, itulah ciri

NAMA BAIK LEBIH BERHARGA DARI KEKAYAAN BESAR!

Gambar
Amsal 22:1-16 Adalah seorang berparas cantik dan kaya bernama Paris Hilton. Dia seorang selebritis sekaligus merupakan anak dari orang nomor satu di bisnis perhotelan terkemukan di dunia. Richard Hilton, ayahnya, adalah pemilik hotel Hilton yang tersebar di seluruh dunia. Paris Hilton terkenal akan kecantikannya. Tetapi dia juga terkenal dengan kehidupan yang glamor, memiliki kebiasaan berpesta pora. Bahkan dia pernah menjalani hukuman penjara karena sederetan pelanggaran lalu lintas. Paris menyandang nama Hilton di belakang namanya, jadi apapun yang dia lakukan, orang akan menghubungkannya dengan ayahnya. Waktu ia menjadi narapidana, secara tidak langsung ia sudah mencemarkan nama baik keluarganya. Raja Salomo mengajarkan bahwa nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar. Sekaya apapun seseorang, namun jika ia dibenci orang, semuanya tidak akan berarti. Banyak orang lupa menjaga nama baik demi mengejar harta, dan pada akhirnya penyesalan lah yang mereka dapati. Tidak salah ji

MENGATASI PENDERITAAN

Gambar
Ayub 39:16-28 Allah menghujani Ayub dengan pertanyaan-pertanyaan penting, menggunakan ilustrasi tentang kuda dan burung unta pada bagian ayat ini. Tentu saja Allah bermaksud untuk melukiskan rahasia kemahakuasaan-Nya dalam rangka mengatur dunia dalam segala kerumitannya yang jauh melampaui jangkauan pemahaman kita sebagai manusia, termasuk masalah yang berkaitan dengan penderitaan manusia. Melalui ilustrasi ini sebenarnya Allah membuat semacam karikatur tentang diri Ayub sendiri, manakala ia mempertanyakan kredibilitas Allah. Apa yang mau Allah katakan bila Ia menggunakan ilustrasi tentang burung unta kepada Ayub? Nah ini saudara! Burung unta atau nama ilmiahnya Struthio camelus merupakan burung terbesar yang masih hidup. Burung unta memang nda bisa terbang, tapi kakinya yang kuat dan panjang, bisa berlari dengan kencang hingga mencapai kecepatan 65 km/jam! Selain untuk berlari, kaki burung unta yang kuat itu, juga berfungsi sebagai senjata untuk membela diri. Kalau ditendang olehn

HARGA SEBUAH KEYAKINAN

Gambar
Lukas 9:22-27 Saudara pernah mendengar nama seorang bocah (12 tahun) bernama Blandina? Nama yang melegenda di abad pertama dalam sejarah iman kekristenan? Dialah orang ke-47 yang harus menanggung siksaan demi mempertahankan iman kepada Yesus yang ia muliakan! Kisah ini terjadi pada tahun 177 di kota Lyons, provinsi Gaul, Perancis sekarang. Diadakanlah suatu acara hebat, suatu pertunjukan amplitiater yang dipenuhi ribuan orang penonton. Acara spektakuler! Sebab yang dipertontonkan bukanlah siapa yang terbaik untuk pantas menerima pengalungan medali, emas, perak, atau perunggu, layaknya para juara pada kegiatan Olympiade, tetapi perjuangan hidup mati untuk membuktikan harga sebuah keyakinan untuk layak menerima mahkota kehidupan! Acara hebat pun disuguhkan. Orang-orang Kristen yang sekalipun telah dianiaya, tetapi tetap menolak untuk beribadah kepada Kaisar Romawi! Resikonya? Tentu saja, tak ada pilihan lain, mereka digiring ke arena untuk merasakan akibat yang harus dipikul bagi seti

SAMA-SAMA “MANTAN”

Gambar
(Lukas 15:11-32) Si anak sulung dan si anak bungsu dalam perumpamaan Injil Lukas 15:11-32 adalah dua orang saudara kandung dari satu Bapa yang sangat mengasihi mereka. Menggambarkan dua sisi kehidupan manusia yang berbeda. Mereka adalah para “mantan” yang pernah menjalani aneka kehidupan. Si anak sulung adalah mantan orang baik, taat, rajin melayani, setia, tidak banyak menuntut, moral-etis hidupnya terjaga. Namun pada fase berikutnya justru menjadi orang jahat. Cerewet, pemberontak, pemarah, menghakimi, hatinnya ditumbuhi iri dengki. Si anak bungsu, juga adalah seorang “mantan”. Mantan seorang yang hidupnya tidak senonoh. Mantan seorang pendosa. Seorang yang pernah menjalani sisi gelap di kehidupan ini. Serakah, hanya memenuhi keinginan nafsu dunia dalam berbagai jenis dosa yang dilakukannya. Namun pada fase berikutnya justru menjadi orang baik-baik. Seorang yang mau belajar dari kepahitan hidup dan punya motivasi untuk menjadikan hidupnya 180 derajat berobah dan menjadi lebih baik

KETAHUAN BELANGNYA

Gambar
(Lukas 15:11-32) Manusia, ketika dalam keadaan normal, dalam keadaan yang happy-happy saja, memang tak kentara belangnya. Tetapi bagaimana ketika dalam keadaan tidak nyaman? Ketika kenyamanan dirinya terusik? Ketika kurang dianggap, kurang perhatian, kurang diperdulikan, merasa diremehkan, mendapat kritikan tajam, merasa kalah pamor, kalah saingan, dst? Nah…nah…nah…. saat  itulah akan sangat terlihat jelas belang aslinya. Diri seseorang yang sebenar-benarnya. Ini secara gamblang dapat kita lihat pada diri si anak sulung dalam perumpamaan Yesus dalam Injil Lukas 15:11-32. Sikap si anak sulung dalam “perumpamaan tentang anak yang hilang” memang sedikit sekali disinggung. Dan mungkin selama ini jarang dikhotbahkan, ketimbang si bungsu yang duhay begitu menyita waktu dalam pemaparannya! Dari 22 ayat yang ada dalam nas ini hanya 5 ayat yang secara khusus menyinggung tentang si anak sulung. Padahal sebenarnya bukan tanpa arti sama sekali. Berbeda dengan si bungsu. Si anak bungsu yang hilan

MENGHORMATI KEKUDUSAN PERKAWINAN

Gambar
Amsal 5:1-23 Secara prinsip, Amsal pasal 5 berisi tentang nasihat untuk menghindari perzinahan. Hal ini diungkapkan oleh penulis kitab Amsal dengan mengatakan untuk meminum air dari cadangan air dan sumur sendiri. Dalam kehidupan perkawinan yang suci, kita tidak boleh untuk meminum air dari sumur orang lain – yaitu istri orang lain atau  wanita lain – selain dari istri sendiri yang terikat dalam perkawinan yang sah. Pengertian ini diperkuat dengan ayat 18, yang mengatakan “Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan isteri masa mudamu.” Kasih persekutuan antara suami istri dalam ikatan pernikahan suci sifatnya. Pribadi sekali. Sehingga tidak bisa melibatkan pihak ketiga. Kesatuan jasmani antara keduanya harus menghantar kepada persatuan rohani yang tak terceraikan. Persatuan yang melibatkan penyerahan diri yang total antara suami dan istri ini, citra penciptaan kehidupan baru. Kasih yang lengkap inilah yang menjadi gambaran dari kasih Allah sendiri. Kasih suami istri harus