RAHASIA KESELAMATAN DIBALIK SATU DINAR
Matius 20:1-16
Di Israel, pada bulan September hingga Oktober setiap tahun
biasanya adalah musim panen anggur. Pada musim seperti ini tentu saja bagi para
orang kecil (para buruh) ada secercah harapan untuk menyambung hidup
mendapatkan sekerat roti. Biasanya mereka duduk di pasar mengharapkan iba para
majikan sekiranya memilih mereka untuk dipekerjakan di ladang anggur para
majikan tersebut. Mereka duduk di pasar bisa jadi dalam waktu yang tidak
menentu. Bisa jadi dalam waktu yang cukup lama.
Terik menyengat semakin memperjelas bau amis keringat sambil
harap-harap cemas. Bahkan tidak jarang mereka pulang dengan tangan hampa karena
tidak ada majikan yang memilih mereka untuk memberikan pekerjaan. Layaknya
orang kehausan menantikan setitik air penyejuk jiwa yang datang demikianlah
hati penuh harap para buruh yang ada. Tentulah rasa syukur tiada tara bila ada
sang majikan yang memilih untuk memberikan pekerjaan. Itu artinya masih ada
harapan tanda-tanda kehidupan. Para isteri mereka di rumah pastilah menopang
mereka dalam doa sekiranya menemukan para majikan yang bermurah hati
mempekerjakan para suami mereka.
Sangat bersyukur bila ada para majikan yang datang dan
mempekerjakan mereka sejak pukul enam pagi satu hari penuh. Itu artinya satu
Dinar (biasa upah para buruh satu hari) didapatkan. Juga masih bersyukur
misalkan ada para majikan yang mempekerjakan pada pukul Sembilan, pukul dua
belas, atau pada pukul tiga petang. Walau pastinya kurang dari satu Dinar
didapatkan, paling tidak ada yang dibawa pulang ke rumah untuk si buah hati
yang menanti apa pun bentuknya.
Lalu kira-kira, bila tetap menunggu dengan hampir putus harap
hingga sore menjelang, andaikan hingga pukul lima petang? Alamualam. Itu jarang
terjadi. Toh pun terjadi itu mujizat namanya. Namun dalam perumpamaan ini sungguh-sungguh
terjadi. Sang majikan memilih dan mempekerjakan orang atau para buruh yang
menganggur duduk di pasar hingga pukul lima petang. Oh, sungguh mujizat! Masih
bersyukur, walau hasil yang didapatkan pasti tidak seberapa, ibaratkan hanya
dua ribuan atau lima ribuan (andaikan dalam rupiah). Paling tidak ada sesuatu
untuk dibawa pulang ke rumah bagi para si buah hati.
Perumpamaan ini semakin menarik, manakala pemberian upah selepas
pukul enam di waktu menjelang malam yang ditunggu-tunggu kini datang. Mulailah
dipanggil dari pekerja buruh yang pukul lima petang. Tak banyak mengharap,
pekerja ini sadar diri dan langsung menghadap. Semua orang pun pasti tahu,
kira-kira upahnya pastilah kurang dari satu Dinar. Paling-paling seberapa sang
majikan memberi dengan suka. Maklum buruh yang hanya satu jam bekerja!
Tapi apa dinyana, buruh ini benar-benar bak istilah mendapat
durian runtuh! Satu Dinar dia dapatkan. Bukan karena jasanya bekerja. Tapi
semata-mata hanya karena kasih anugerah sang majikan. Astaga! Diluar dugaan…..
lalu selanjutnya, yang masuk bekerja mulai dari yang pukul tiga, pukul dua
belas, pukul Sembilan, hingga yang bekerja mulai pagi-pagi sekali pukul enam.
Eheeem….Barangkali dalam hati, entah berapa bonus tambahan yang akan diterima.
Tapi astaga…. Semuanya dibayar sama. Satu Dinar upah pekerja satu hari mereka
terima.
Dapat kita duga, komplin pun terjadi. Demo kecil-kecilan memang
terjadi. Padahal, di awal mereka telah sepakat tentang upah satu Dinar sehari
sesuai ketentuan yang berlaku. Sang majikan tidak merugikan mereka. Satu Dinar
memang layak mereka terima. Itu pun lebih dari cukup. Lagi pula, mereka
mendapat pekerjaan juga atas kemurahan sang majikan yang memilih mereka.
Persoalannya bukan tentang upah mereka. Karena tidak ada yang salah dengan itu.
Tapi hati mereka yang cemburu atas kemurahan hati sang majikan kepada para
buruh yang lain, secara khusus kepada yang hanya bekerja satu jam mulai pukul
lima petang.
Oh, satu Dinar! Ada apa sih tentang satu Sinar? Satu Dinar
adalah upah pekerja buruh harian dalam satu hari pada jaman Yesus. Itu adalah
ketentuan! Upah Satu dinar dikatalakn dalam Alkitab adalah upah yang cukup!
Ngomong-ngomong, mungkin Anda bertanya, cukupnya itu berapa sih? Kan perlu
jelas. Siapa tahu komplin para pekerja itu bisa dibela di meja persidangan!
Sepanjang yang kita tahu Satu dinar Emas itu senilai (dalam ukuran satuan
berat) atau 4,25 gram emas murni. Bila yang dimaksudkan di sini adalah satu
Dinar perak (setengah nilai Dinar emas)! Artinya bila satu Dinar emas (4,25
gram emas murni), maka satu Dinar perak adalah 2,125 gram emas murni! Andai
dirupiahkan? Anggap saja harga emas murni per gram Rp. 555.146 (+1.865). Jadi,
Rp 555.146,l x 4 = Rp 2.220,584:2 = Dinar perak Rp 1.110,292,l. Apa itu masih
kurang?!
Oh, satu dinar! Ada apa sih dibalik satu Dinar? Apa sih yang mau
Yesus ungkapkan dibalikinya supaya kita lebih bernalar? Saudara, melalui
perumpamaan ini sebenarnya Yesus tidak ceramah soal ilmu ekonomi, karena
jelas-jelas bertentangan dengan prinsif ekonomi. Melaui perumpamaan ini pun
Yesus tidak membahas soal upah buruh segala macam. Tapi hanya meminjam dengan
caraNya yang unik untuk menalar tentang majikan istimewa, yaitu Allah yang
penuh kasih karunia dan berkat. BerkatNya tidak pernah kurang. kasihNya tidak
pernah kurang. Hingga mampu menjangkau manusia yang paling berdosa hina sekali
pun.
Oh, satu Dinar, apa hubungannya dengan Soal Kerjaan Allah supaya
kita semua lebih sungguh-sungguh untuk mendengar? Perumpamaan ini mengandung
kritik tajam terselindung kepada orang-orang yang merasa dirinya mapan
beragama. Yang merasa bangga akan tingkat kesucian rohani karena menganggap
diri telah melaksanakan aturan agama secara sempuna berdasarkan apa yang telah
ditentukan. Celakanya, bila segala jasa, perbuatan baik, pengabdian, lalu menjadi
perhitungan? Padahal, seperti dalam perumpamaan, sang pemiilik kebun anggur
sendiri yang berinisiatif mencari dan memanggil setiap orang untuk dipekerjakan
di kebun anggurnya. Tanpa sang pemilik kebun anggur berinisiatif, tak satu pun
mereka mendapatkan upah apa-apa! (ay.1-7).
Iman Kristen mengajarkan, bahwa kita diselamatkan semata-mata
hanya karena anugerah Allah. Sebanyak apa pun amal, perbuatan baik, tidak akan
pernah cukup untuk meraih pintu sorgaNya di atas sana? Di hadapan Allah, tidak
ada satu pun yang dapat kita banggakan. Di hadapan Allah kita adalah sama-sama
para pendosa, yang hanya mengharapkan belas kasihanNya!
Saudara, sadarkah kita bahwa tidak ada apa-apa yang dapat kita
banggakan di hadapan Tuhan? Sadarkah kita bahwa di hadapan Tuhan kita adalah
sama-sama para pendosa, yang hanya mengharapkan belas kasihanNya? Kritik tajam
dalam perumpamaan ini menohok dalam bagi kekristenan penganut mentalitas ala
Farisi yang terlalu berbangga pada tingkat kesalehan diri, dan menghakimi
sesamanya sebagai pendosa yang akan celaka.
Sejatinya, bukan berapa lama orang menjadi Kristen yang paling
menetukan, atau kesalehan tingkat berapa yang sudah didapatkan. Tetapi
pertobatan, perubahan sikap, hati yang menyembah, dan tahu arti berterimakasih
kepada Allah! Karena itulah yang akan menetukan, “….. yang terakhir akan
menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.” (ay.16).
Amin! (KU).
Komentar
Posting Komentar